1. Diospyros celebica (Kayu hitam sulawesi)
Kayu-hitam Sulawesi adalah sejenis pohon penghasil kayu
mahal dari suku eboni-ebonian (Ebenaceae). Nama ilmiahnya
adalah Diospyros celebica, yakni diturunkan dari kata
"celebes" (Sulawesi), dan merupakan tumbuhan endemik daerah itu.
Pohon,
batang lurus dan tegak dengan tinggi sampai dengan 40 m.
Diameter batang bagian bawah dapat mencapai 1 m, sering dengan banir
(akar papan) besar. Kulit batangnya beralur, mengelupas kecil-kecil dan
berwarna coklat hitam. Pepagannya berwarna coklat
muda dan di bagian dalamnya berwarna putih kekuning-kuningan.
Daun
tunggal, tersusun berseling, berbentuk jorong memanjang, dengan ujung
meruncing, permukaan atasnya mengkilap, seperti kulit dan berwarna hijau tua,
permukaan bawahnya berbulu dan berwarna hijau abu-abu.
Bunganya
mengelompok pada ketiak
daun, berwarna putih. Buahnya bulat telur, berbulu dan berwarna merah
kuning
sampai coklat bila tua. Daging buahnya yang berwarna keputihan kerap
dimakan monyet, bajing atau kelelawar; yang dengan demikian bertindak
sebagai
agen pemencar biji. Bijinya berbentuk seperti baji yang
memanjang, coklat kehitaman.
2. Magnifera kasturi (Mangga kasturi)
Bunga majemuk berkelamin ganda dengan bentuk bunga rasemos dan kerapkali berambut rapat. Panjang tangkai bunga ± 28 cm dengan anak tangkai sangat pendek, yaitu 2 – 4 mm. Daun kelopak bulat telur memanjang dengan panjang 2 – 3 mm. Daun mahkota bulat telur memanjang dan bunga berbau harum. Benang sari sama panjang dengan mahkota, staminodia sangat pendek dan seperti benang sari yang tertancap pada tonjolan dasar bunga.
Buah berbentuk bulat sampai ellipsoid dengan berat kurang dari 80 gram, daging buah kuning atau oranye dan berserabut. Biji batu dengan dinding yang tebal. Mangga ini berbuah pada awal musim hujan atau sekitar bulan Januari.
3. P. Ornatum (Sirih Merah)
Sirih merah adalah tumbuhan merambat yang
ditanam orang karena khasiat pengobatan dan juga keindahan daunnya.
Tumbuhan ini masih berkerabat dekat dengan sirih maupun lada. Nama
ilmiah tumbuhan asal Sulawesi ini adalah Piper ornatum, namun beberapa pustaka mengacaukannya dengan Piper crocatum, tumbuhan yang tidak dibudidayakan yang berasal dari benua Amerika. Dan sirih merah juga dapat digunakan sebagai obat diabetes
militus, hepatitis, asam urat, batu ginjal, menurunkan kolestrol,
mencegah strok, keputihan, radang prostat, radang mata, maag, kelelahan,
nyeri sendi, dan memperhalus kulit.
4. S. album (Cendana)
Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Kecambahnya memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya. Karena prasyarat inilah cendana sukar dikembangbiakkan atau dibudidayakan.
Kayu cendana wangi (Santalum album) kini sangat langka dan harganya sangat mahal. Kayu yang berasal dari daerah Mysoram di India selatan biasanya dianggap yang paling bagus kualitasnya. Di Indonesia, kayu cendana dari Timor juga sangat dihargai. Sebagai gantinya sejumlah pakar aromaterapi dan parfum menggunakan kayu cendana jenggi (Santalum spicatum). Kedua jenis kayu ini berbeda konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya, dan oleh karena itu kadar harumnya pun berbeda.
Kayu cendana dianggap sebagai obat alternatif untuk membawa orang lebih dekat kepada Tuhan. Minyak dasar kayu cendana, yang sangat mahal dalam bentuknya yang murni, digunakan terutama untuk penyembuhan cara Ayurveda, dan untuk menghilangkan rasa cemas.
5. Rafflesia arnoldii (Padma Raksasa)
Bunga merupakan parasit tidak berakar, tidak berdaun, dan tidak bertangkai. Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter dengan berat sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik dari tanaman inang Tetrastigma. Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai "tanaman" adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat Tetrastigma. Bunga mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat seperti mulut gentong. Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan berduri, berisi benang sari atau putik bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau betina. Hewan penyerbuk adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan bunga. Bunga hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati. Persentase pembuahan sangat kecil, karena bunga jantan dan bunga betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam satu minggu, itu pun kalau ada lalat yang datang membuahi.
6. Sterculia foetida (Kepuh)
Kepuh atau kelumpang (Sterculia foetida) adalah sejenis pohon kerabat jauh kapuk randu. Tinggi dengan batang besar menjulang, pohon ini kerap didapati di hutan-hutan pantai. Di Bali dan juga di Jawa, pohon yang lekas tumbuh ini banyak ditemukan di pemakaman.
Nama-nama lainnya, di antaranya halumpang (Bat.); kĕpoh, kolèangka (Sd.); kepuh, kepoh, jangkang (Jw.); jhangkang, kekompang (Md.); kepuh, kepah, kekepahan (Bal.); kepoh, kelompang, kapaka, wuka, wukak (bahasa-bahasa di NTT); bungoro, kalumpang (Mak.); alumpang, alupang, kalupa (Bug.); kailupa furu, kailupa buru (Maluku Utara); dan lain-lain. Juga disebut sebagai kabu-kabu, kalupat, lepong, kelumpang jari.
Nama marganya diambil dari Sterculius atau Sterquilinus, yakni nama dewa pupuk pada mitologi Romawi. Bersama dengan nama spesiesnya, foetida (artinya, berbau keras, busuk), nama ilmiahnya merujuk pada bau tak enak yang dikeluarkan oleh pohon ini, terutama dari bunganya.
Pohon besar yang
menggugurkan daun, berumah-dua, tumbuh hingga setinggi 40 m dan gemang batang
3 m. Cabang-cabang tumbuh mendatar dan berkumpul pada ketinggian yang kurang
lebih sama, bertingkat-tingkat. Daun-daun majemuk menjari, bertangkai 12,5–23 cm,
berkumpul di ujung ranting. Anak daun berjumlah 7-9, jorong lonjong dengan
ujung dan pangkal meruncing, panjang 10–17 cm.
Bunga majemuk dalam
malai dekat ujung ranting, panjang 10–15 cm, hijau atau ungu pudar; dengan
kelopak yang berbagi-5 laksana mahkota, taju hingga 1,3 cm, berwarna jingga. Buah bumbung
besar, lonjong gemuk, 7,6–9 x 5 cm; berkulit tebal, merah terang, akhirnya
mengayu; berkumpul dalam karangan berbentuk bintang. Biji 10-15 butir per
buah, kehitaman, melekat dengan aril berwarna kuning, 1,5–1,8 cm panjangnya.
7. Terminalia catappa (Ketapang)
Ketapang atau katapang (Terminalia catappa) adalah
nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang. Lekas tumbuh dan membentuk tajuk
indah bertingkat-tingkat, ketapang kerap dijadikan pohon peneduh di taman-taman
dan tepi jalan. Selain nama ketapang dengan pelbagai variasi dialeknya (misalnya
Bat.: hatapang; Nias: katafa; Mink.: katapiĕng;
Teupah: lahapang; Tim.:
ketapas; Bug.: atapang;
dll.), pohon ini juga memiliki banyak sebutan seperti talisei, tarisei,
salrisé (Sulut); tiliso,
tiliho, ngusu (Maluku Utara); sarisa,
sirisa, sirisal, sarisalo (Mal.); lisa (Rote);
kalis, kris (Papua Barat); dan
sebagainya.
Dalam bahasa Inggris tumbuhan ini dikenal dengan
nama-nama Bengal almond, Indian almond, Malabar almond, Singapore
almond, Tropical almond, Sea almond, Beach almond, Talisay
tree, Umbrella tree, dan lain-lain.
Pohon
besar, tingginya mencapai 40 m dan gemang batang sampai 1,5
m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan
bertingkat-tingkat; pohon yang muda sering nampak seperti pagoda. Pohon-pohon yang tua dan besar acap kali
berbanir
(akar papan), tingginya bisa hingga 3 m.
Daun-daun
tersebar, sebagian besarnya berjejalan di ujung ranting, bertangkai pendek atau
hampir duduk. Helaian daun bundar telur terbalik, 8–25(–38) x 5–14(–19) cm, dengan ujung lebar dengan runcingan dan
pangkal yang menyempit perlahan, helaian di pangkal bentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan
ibu tulang daun di sisi bawah. Helaian serupa kulit, licin di atas, berambut
halus di sisi bawah; kemerahan jika akan rontok.
Bunga-bunga
berukuran kecil, terkumpul dalam bulir dekat ujung ranting, panjang 8–25 cm,
hijau kuning. Bunga tak bermahkota, dengan kelopak
bertaju-5, bentuk piring atau lonceng, 4–8 mm, putih atau krem. Benang sari dalam 2 lingkaran, tersusun
lima-lima. Buah batu bulat telur gepeng, bersegi atau
bersayap sempit, 2,5–7 x 4–5,5 cm, hijau-kuning-merah, atau ungu kemerahan jika
masak.