Cinta Indonesia?! Inilah 7 flora endemik Indonesia yang wajib kamu tahu!


Seperti yang kita tahu negeri tercinta kita Indonesia emang negara dengan kekayaan tanpa batas. Nah kali ini yuk kita intip kekayaan flora endemik dari Indonesia. Bagi yang belum tahu apa flora endemik nih, flora endemik itu adalah tumbuhan yang cuman ada di daerah tersebut, Jadi kalau flora endemik Indonesia arrtinya ya flora yang cuman ada di Indonesia. Wah, kira - kira apa yah flora keren yang cuman ada di Indonesia itu?

1. Anaphalis javanica (Edelweiss Jawa)


Anaphalis javanica, yang dikenal secara populer sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss) atau Bunga Senduro, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi di Nusantara. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 meter dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 meter. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai langka.

Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik Myophonus glaucinus. Bagian-bagian edelweis sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik, tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini dinyatakan punah.

Bunga Edelweiss ini sering kali diartikan dengan perasaan yang abadi, oleh karena itu bunga ini seringkali dicabut oleh manusia untuk mengungkapkan perasaan cinta pada yang terkasih (phewit). Selain itu jug aseringkali digunakan sebagai doa agar perasaan antar kekasih dapat bertahan selamanya (abadi). Tapi karena kebiasaan inilah justru tumbuhan Edelweiss makin lama makin langka. Oleh karena itu sekarang pengambilan Edelweiss sangat dipantau oleh pemerintah.

2. Coelogyne pandurata (Anggrek hitam)



Anggrek hitam (Coelogyne pandurata) adalah spesies anggrek yang hanya tumbuh di pulau Kalimantan. Anggrek hitam adalah maskot flora provinsi Kalimantan Timur. Saat ini, habitat asli anggrek hitam mengalami penurunan jumlah yang cukup besar karena semakin menyusutnya luas hutan di Kalimantan namun masih bisa ditemukan di cagar alam Kersik Luway dalam jumlah yang sedikit. Diperkirakan jumlah yang lebih banyak di tangan para pengolektor anggrek


Dinamakan anggrek hitam karena anggrek ini memiliki lidah (labellum) berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Sepal dan petal berwarna hijau muda. Bunganya cukup harum semerbak dan biasa mekar pada bulan Maret hingga Juni.
Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial dengan bentuk bulb (bola lampu) membengkak pada bagian bawah dan daun terjulur di atasnya. Setiap bulb hanya memiliki dua lembar daun saja. Daunnya sendiri sekilas mirip seperti daun pada tunas kelapa muda
3. Saurauia cauliflora (Ki leho beureum)
Waduh, kayanya banyak nih yang gatau apa itu Ki leho beureum hehehehe namanya unik banget ya. Jadi Ki leho beureum atau Saurauia cauliflora merupakan tanaman endemik pulau Jawa, Indonesia. Ki leho beureum termasuk pada famili Actinidiaceae. Tanaman tersebut telah dimasukkan dalam IUCN Red List Vulnerable. IUCN Red List Vulnerable sendiri merupakan daftar status kelangkaan untuk spesies yang terancam kepunahan.

Tanaman ini biasanya berupa pohon-pohon kecil atau seperti semak, atau kadang-kadang tanaman merambat pada sesuatu. Bentuknya alternatif dan sederhana. Daun berbentuk spiral dengan pinggiran yang bergerigi. Tanamaman tersebut tidak memiliki stipula atau suatu jaringan yang tumbuh di dekat daun yang fungsinya melindungi saat pertama tumbuh. Tanaman diselimuti bulu dengan bulu agak pipih. Bunga-bunga tumbuh soliter atau dikumpulkan di cymes terminal, dengan sepal yang bebas beserta kelopak yang bebas. Bunganya hermaprodit, namun dapat juga unisexual atau berumah satu. Petal berwarna putih atau pink. Buah berbentuk beri dan menyerupai kapsul. Secara morfologi, urutan agak umum dan terspesialisasi untuk asterid. Sebagian besar anggota memiliki setidaknya kelopak lembut yang menyatu dan bunga radial simetris, unggul 3 - atau 5-ovarium lokulus, dan 5 atau 10 (kadang-kadang lebih) benang sari yang sering ditanggung bebas dari kelopak. Buah ini paling sering kapsul, dan kulit biji biasanya tipis. Iridoid, bahan kimia yang berbeda mungkin terlibat dalam perlindungan tanaman terhadap herbivora atau binatang pemakan tumbuh-tumbuhan, yang tersebar melalui berbagai orde.


4. Pometia pinnata (Matoa)

Matoa (Pometia pinnata) adalah tanaman buah khas Papua, tergolong pohon besar dengan tinggi rata-rata 18 meter dengan diameter rata-rata maksimum 100 cm. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Berbunga pada bulan Juli sampai Oktober dan berbuah 3 atau 4 bulan kemudian. Penyebaran buah matoa di Papua hampir terdapat di seluruh wilayah dataran rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl.  Tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun). Matoa juga terdapat di beberapa daerah di Sulawesi, Maluku, dan Papua New Guinea. Buah matoa memiliki rasa yang manis.

Di Papua dikenal 2 jenis matoa, yaitu Matoa Kelapa dan Matoa Papeda. Ciri yang membedakan keduanya adalah terdapat pada tekstur buahnya, Matoa Kelapa dicirikan oleh daging buah yang kenyal seperti rambutan aceh, diameter buah 2,2-2,9 cm dan diameter biji 1,25-1,40 cm.  Sedangkan Matoa Papeda dicirikan oleh daging buahnya yang agak lembek dan lengket dengan diamater buah 1,4-2,0 cm. Tanaman ini mudah beraptasi dengan kondisi panas maupun dingin. Pohon ini juga tahan terhadap serangga, yang pada umumnya merusak buah.


5. Amorphophallus titanum (Bunga bangkai raksasa)




Bunga bangkai raksasa atau suweg raksasa atau batang krebuit (nama lokal untuk fase vegetatif), Amorphophallus titanum Becc., merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dari Sumatera, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatera) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m. Namanya berasal dari bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat untuk menyerbuki bunganya.

Bunga bangkai raksasa sering dipertukarkan dengan patma raksasa Rafflesia arnoldii. Mungkin karena kedua jenis tumbuhan ini sama-sama memiliki bunga yang berukuran raksasa, dan keduanya sama-sama mengeluarkan bau yang tak enak. Jenis-jenis Amorphophallus juga dapat dijumpai pada hutan hujan tropis di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Taman Nasional Kayan Mentarang di Lalut Birai, Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau.

6. Barringtonia asiatica (Butun / Keben)
 

Butun atau keben (Barringtonia asiatica) adalah sejenis pohon yang tumbuh di pantai-pantai wilayah tropika, di Samudra Hindia, kawasan Malesia, hingga ke pulau-pulau di Pasifik barat. Nama lainnya adalah putat laut. Buahnya terapung di air, sehingga tersebar secara luas pada banyak pulau dan pantai. Tinggi tanaman dapat mencapai 30 m. Kayunya digunakan dalam pekerjaan konstruksi dan juga untuk membuat kano.

Di Indonesia, keben pernah mendapat predikat sebagai pohon perdamaian. Predikat itu ditetapkan oleh Presiden Soeharto pada Hari Lingkungan Hidup, pada tanggal 5 Juni 1986. Tema Hari Lingkungan Hidup tahun itu adalah “A Tree for Peace”. Keben tidak hanya pohon perdamaian. Keben juga punya makna lain. Di dalam Keraton Yogyakarta, terdapat area yang dinamai keben karena area tersebut ditanami tanaman tersebut. Konon, keben di Keraton Yogyakarta bermakna sebagai lambang negara yang agung dan bersih. Selain itu, keben juga bermakna merangkul kebenaran. Selain di Yogyakarta, keben juga bermakna di Pulau Anak Krakatau. Konon, keben adalah tumbuhan pertama yang tumbuh di pulau itu setelah meletusnya Gunung Krakatau.

7. Calophyllum inophyllum (Nyamplung)


Calophyllum inophyllum L., atau Nyamplung termasuk dalam marga Calophyllum yang mempunyai sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua. Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak berkompetisi dengan kepentingan pangan.

Proses pengolahan biofuel dari nyamplung hampir sama dengan pengolahan minyak sawit, kelapa, dan jarak pagar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif yang tinggi, maka waktu yang dibutuhkan pada proses pengukusan lebih lama dan proses pemisahan getah (degumming) berlangsung pada konsentrasi tinggi.

Part 2


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...